Selasa, 02 Agustus 2016

PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DAN UPAYA KONSERVASINYA

(KASUS: Pencemaran Sungai Citarum)
Air merupakan salah satu komponen abiotik terpenting dalam kehidupan di Bumi. Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga tidak ada kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya (Setiari, 2012). Karena pentingnya peranan air bagi kehidupan makhluk hidup maka sumber daya air dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Hal ini sesuai yang dicantumkan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 (Rohmat, 2010).
Bumi menjadi layak untuk dihuni karena keterdapatan air yang melimpah di atas permukaannya. Sekitar dua per tiga dari permukaan bumi tertutupi air, sisanya merupakan daratan. Jika dipikir sekilas tidak ada yang perlu dikhawatirkan atas ketersediaan air di Bumi karena merupakan komponen abiotik terbanyak yang bisa ditemukan. Pun juga fungsi utamanya sebagai faktor penting kehidupan masih dapat berlangsung. Namun, dari sekian jumlah air di Bumi tidak semuanya dapat dimanfaatkan oleh manusia dikarenakan tidak layak digunakan (Rohmat, 2010).
Perkiraan jumlah air di permukaan Bumi sekitar 1,457 milyar km3. Dari jumlah air ini tidak semua dapat dimanfaatkan manusia, 93,93% air tersebut terdapat di lautan; 1,65% dalam bentuk glasier dan es beku di kutub; 4,39% merupakan air tanah; 0,005% air dalam kelembaban tanah (soil water); 0,001% air di atmosfer; dan hanya 0,0001% air yang mengalir di sungai-sungai. Jika dilihat dari komposisi air tersebut maka air yang dapat dimanfaatkan manusia sebanyak 4,4121% yang terdiri atas 4,39 air tanah, 0,0161% air permukaan termasuk danau dan sungai, dan 0,006% air di udara dan kelembaban tanah (Raudkivi dalam Rohmat, 2010).
Angka-angka tersebut di atas belum tentu akurat dan pasti nilainya tetapi mampu menginterpretasikan bahwa meskipun air menutupi sebagian besar Bumi, hanya sedikit sekali air yang dapat mendukung kehidupan manusia secara langsung. Jika secara kuantitas jumlah air tetap, di sisi lain jumlah kebutuhan air akan terus meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan industri. Semakin banyak hasil sampingan dari aktivitas manusia akan menghasilkan polutan yang dapat mencemari sumber daya air di lingkungan. Pengalihan fungsi lahan menjadi pemukiman membuat aliran air tidak banyak meresap dalam tanah. Jika hal ini terus dibiarkan maka krisis air bersih akan terjadi di berbagai belahan Bumi ini, banjir terjadi pada musim hujan dan kekeringan terjadi pada musim kemarau. Sebelum kondisi tersebut terjadi semakin parah, upaya konservasi sumber daya air secara nyata diperlukan dalam rangka menjaga dan meningkatkan kuantitas, kualitas dan kontinuitas (berkesinambungan) ketersediaan air bagi makhluk hidup.
Sebelum upaya konservasi dilakukan ada baiknya untuk memahami kasus yang pernah terjadi terkait dampak pengolahan air yang buruk. Salah satu kasus yang sedang banyak disoroti adalah pencemaran air yang terjadi di Sungai Citarum. Berangkat dari kasus tersebut diharapkan upaya konservasi dapat diusahakan secara maksimal.

AIR DAN MANFAATNYA BAGI KEHIDUPAN
   
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2010).
Air merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat di alam dan jumlahnya sangat berlimpah akan tetapi ketersediaan air yang memenuhi syarat bagi keperluan manusia relatif sedikit karena dibatasi oleh berbagai faktor. Meskipun dalam kenyataannya kita dikelilingi oleh air, sebagaimana data menunjukkan bahwa air menutupi sekitar 70 % dari permukaan bumi atau dua pertiga permukaan Bumi, namun hanya sekitar 2,5 % dari ketersediaan air tersebut yang berpotensi dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup, dan sekitar satu per tiga dari 2,5% tersebut berupa es. Akibatnya hanya sekitar 1 persen dari keseluruhan ketersediaan air yang sebenarnya dapat dikonsumsi manusia (Percik, 2012).
Kebutuhan akan sumber daya air terus meningkat seiring pertambahan penduduk dan perkembangan industri. Manfaat air dapat dirasakan hampir di setiap elemen pemenuhan kebutuhan manusia. Sebagai sumber bahan pangan, manusia dan hewan dapat memperoleh makanan dari perairan seperti berbagai jenis ikan, udang dan kerang. Di Indonesia, yang merupakan negara kepulauan, menggunakan transportasi air sebagai salah satu sarana transportasi yang dapat menghubungkan antarpulau. Sebagai energi alternatif, dengan memanfaatkan pergerakan air untuk menghasilkan listrik. Sebagai sarana rekreasi, banyaknya pengunjung yang memilih wisata danau, pantai dan laut untuk mengisi waktu liburnya. Tidak hanya sebagai pemenuh kebutuhan manusia, air merupakan penyeimbang komponen-komponen yang terdapat di alam sehingga siklus biogeokimiawi dapat berlangsung. Unsur-unsur dan material akan terus menerus mengalir menggunakan medium air sehingga terjadi sebuah siklus (Putrawan, 2014).
Berdasarkan data yang diperoleh oleh Unesco (2003) penggunaan air dilihat dari tiga aspek utama penggunaannya, yaitu industri, pertanian dan rumah tangga. Perbedaan besar yang terjadi antara penggunaan air di area perindustrian dan pertanian berbanding terbalik antara negara maju dan negara berkembang. Di Negara maju kebutuhan terhadap air untuk mengembangkan industrinya sebesar 59% sedangkan pengunaan air untuk kebutuhan pertanian hanya 30%. Di Negara berkembang, sebaliknya, penggunaan air untuk memenuhi kebutuhan pertanian sebesar 82% sedangkan untuk industri hanya 10%. Rata-rata kebutuhan skala rumah tangga relatif sama antara negara maju dan berkembang.
Air bukan hanya dimanfaatkan manusia dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti minum, mandi memasak, mencuci, menyiram tanaman, dll, tetapi juga dibutuhkan pada sektor pertanian dan perindustrian yang jumlah kebutuhannya lebih besar untuk mendukung perkembangan ekonomi suatu negara. Persentase di atas mengisyaratkan pula bahwa kemungkinan yang benar apabila kedua sektor ini mengembalikan airnya ke lingkungan (sungai atau selokan) sebagai limbah maka ada dua kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu menurunkan kualitas air atau dapat mencemari lingkungan.

KONDISI SUMBER DAYA AIR WILAYAH CITARUM 

Wilayah Sungai Citarum mencakup tiga belas sungai, yaitu sungai Citarum, Cipamingkis, Cibeet, Cikao, Cilamaya, Ciherang, Cijengkol, Ciasem, Cigadung, Cipunagara, Cipancuh, Bekasi, dan Cikarang. Tidak semua sungai tersebut bermasalah, yang terparah adalah kasus yang terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Sungai Citarum memiliki luas wilayah sekitar 6.080 km2 dengan panjang sekitar 269 km (Angelie, 2015)
Air sungai Citarum dimanfaatkan sebagai sumber air baku air minum untuk Jakarta, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung, dan Kota Bandung. Itu berarti, PDAM daerah tersebut mengambil air dari Sungai Citarum untuk diolah dan digunakan masyarakat. Sungai Citarum juga pemasok air untuk 3 waduk, yaitu Waduk Saguling, Wadk Cirata dan Waduk Jatiluhur (Juanda). Saat ini diperkirakan 8 juta penduduk yang bermukim di kawasan DAS Citarum dan kira-kira 1000 industri yang beroperasi bergantung pada sungai ini (Rohmat, 2012).
Sumber air Citarum dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan hidup masyarakat dan proses pembangunan, antara lain sumber baku air minum wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta, pembangkit listrik, air irigasi, perikanan dan peternakan, sumber baku air industri, pariwisata, sarana olahraga dan lain sebagainya. Limbah baik dari industri maupun domestik juga akan mengalir ke Sungai Citarum dan akan terus bertambah seiring bertambahnya jumlah penduduk dan perkembangan industri. Jika hal tersebut terus terjadi tanpa dikelola dengan baik, dikhawatirkan Sungai Citarum tidak lagi menjadi sumber penghidupan melainkan menjadi sumber bencana di waktu yang akan datang (Rohmat, 2012).
Menurut Kodoatie dan Roestam (2010) di ruang DAS persoalan akan menyangkut dua hal penting yaitu konservasi air dalam pengelolaan sumber daya air dan kawasan budi daya dalam penataan ruang. Di satu sisi untuk memnuhi aspek konservasi adalah mengusahakan agar aliran permukaan (run-off) dapat ditahan sebesar-besarnya dan memberi kesempatan air untuk masuk ke dalam tanah (infiltrasi) selama-lamanya. Di sisi lainnya adalah pengalihfungsian kawasan konservasi menjadi kawasan budi daya misalnya menjadi kawasan pemukiman. Dampak yang terjadi adalah peningkatan kuantitas dan kualitas kebutuhan air sekaligus penurunan ketersediaan air karena adanya daerah alih fungsi dan laju aliran air yang berpotensi menimbulkan banjir.
Selama 20 dekade terakhir, dampak kerusakan lingkungan dan pencemaran yang terjadi pada DAS Citarum sudah dapat dirasakan. Beberapa pengamatan dan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kualitas air sungai Citarum menurun drastis akibat pencemaran dan sedimentasi. Di bagian hulu sungai, kualitas airnya sudah tidak layak lagi masuk dalam baku mutu air yang baik bahkan bila digunakan untuk perikanan dan pertanian (Rohmat, 2012). Berdasarkan Pasal 8 PP No 82 Tahun 2001 kualitas air tersebut masuk dalam kategori kelas tiga dan kelas empat yang merupakan kategori terbawah.
Penelitian yang dilakukan Happy R (2012) diperoleh hasil bahwa konsentrasi logam berat timbal dan kadmium pada DAS Citarum telah melebihi ambang batas. Nilai kasaran konsentrasi untuk timbal adalah 0,01 - 0,08 mg/L sedangkan menurut PP No. 82 Tahun 2001 pada kelas 3 tidak boleh melebihi 0,03 mg/L. Konsentrasi cadmium berkisar 0,003 – 0,01 mg/L dan masih dalam kisaran ambang batas yang diperbolehkan. Kadar timbal yang tinggi tersebut diakibatkan banyaknya limbah industri dan limbah aktvitas manusia yang dibuang ke aliran sungai.
Sejalan dengan hasil penelitian di atas Supangat dan Paimin (2007) juga mendapatkan hasil bahwa baku mutu air Sungai Citarum secara umum belum memenuhi kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Pencemaran tersebut dilihat melalui beberapa parameter, yaitu COD, BOD, kandungan amoniak bebas, nitrit dan kekeruhan.

SOLUSI TERHADAP KASUS SUNGAI CITARUM

Beberapa solusi yang dapat diberikan untuk kasus yang terjadi di Sungai Citarum adalah sebagai berikut:
1.     Melakukan upaya konservasi sumber daya air bersamaan dengan mengoptimalkan pendayagunaan air dan pengendalian daya rusak air (Kodoatie dan Roestam, 2010).
2.   Memfasilitasi, meningkatkan dan mengembangkan peran masyarakat (pemberdayaan) dalam usaha dari berbagai solusi yang diberikan karena keterbatasan peran pemerintah (Rohmat, 2012).
3.  Mendukung dan mendorong kebijakan pemerintah yang berpihak pada upaya konservasi sumber daya air, dalam berbagai bentuk dan skala kegiatan (Rohmat, 2010)
4.  Menerapkan gaya hidup hijau (green life style) lingkungan dengan menghemat air dan kegiatan green skill berupa membuat lubang resapan biopori dan menanam dan merawat tumbuhan
5. Memaksimalkan fungsi waduk sebagai purifikator bahan pencemar di Sungai Citarum dan perawatan waduk secara berkala (Supangat dan Paimin, 2007).

UPAYA KONSERVASI SUMBER DAYA AIR

Konservasi air tidak hanya difokuskan pada bagaimana memanfaatkan air seefisien mungkin secara berkelanjutan tetapi juga usaha yang dilakukan agar limpasan air hujan tidak segera mengalir menuju aliran sungai melainkan mampu tersimpan dalam tanah (Riastika, 2011). Pada dasarnya konservasi sumber daya air dapat dikelompokkan menjadi dua kegiatan, yaitu kegiatan yang struktural dan kegiatan non struktural. Kegiatan struktural terdiri dari kegiatan konstruksi yang menyangkut perbaikan struktur dan sarana penggunaan lahan misalnya pembuatan berbagai tipe terasering, sumbat gully, dam penahan, rorak, sumur resapan, embung, waduk dan lain-lain. Sedangkan kegiatan non struktural terbagi menjadi dua, yaitu kegiatan vegetatif (penghijauan) dan kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui sosialisasi dan edukasi. Kebijakan pemerintah dan peran serta NGO (Non Government Organization) untuk mengawal pengelolaan air yang bertanggung jawab (Rohmat, 2010).
Upaya konservasi berupa kegiatan struktural memerlukan perencanaan dan pelaksanaan dalam jangka waktu yang panjang. Peran serta masyarakat dalam usaha pengelolaan kebutuhan air membutuhkan waktu yang relatif singkat dan melalui tindakan langsung yang berdampak. Hal yang bisa dilakukan adalah mengurangi jumlah pemakaian air atau lebih tepatnya menggunakan air se-efisien mungkin. Pengurangan konsumsi pengolaan air bermanfaat dari berbagai segi, yaitu finansial, ekologi, dan sosial. Pengurangan konsumsi air tidak hanya berpengaruh pada biaya yang harus dibayar, melainkan juga mengurangi energi yang dibutuhkan untuk mengolah air menjadi layak pakai, berkurangnya biaya pengolaan dan distribusi air serta mengurangi jumlah luaran air limbah. Jika energi yang dibutuhkan berkurang maka jumlah emisi akan berkurang. Distribusi air akan merata baik pada masyarakat mampu dan tidak mampu karena kapasitas air masih tercukupi untuk seluruh masyarakat (Mungkasa, 2012).
Selain usaha yang disebutkan di atas, pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air tanah dimasukkan untuk mempertahankan dan memulihkan kualitas air tanah sesuai dengan kondisi alaminya. Pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air tanah dilaksanakan dengan beberapa cara, yaitu mencegah pencemaran air tanah, memulihkan kualitas air tanah yang telah tercemar, mengawasi penyebab pencemaran air baik dari limbah industri maupun domestik (Riastika, 2011).

DAFTAR PUSTAKA
Angelie. 2015. Sungai Citarum. [Online] http://www.kompasiana.com/angelie/sungai-citarum_5500b7298133112019fa7cb9 Diakses pada tanggal 27 Desember 2015
Happy R, Arief, Masyamsir dan Yayat Dhahiyat. 2012. Distribusi Kandungan Logam Berat Pb dan Ca Pada Kolom Air dan Sedimen Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu. Jurnal Perikanan dan Kelautan (3): 175 - 182
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2010. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 Tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta.
Kodoatie, Robert J dan Roestam Sjarief. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta: C.V ANDI
Mungkasa, Oswar. 2012. Pengelolaan Kebutuhan Air: Upaya Konservasi Air Skala Rumah Tangga. Majalah Percik Edisi Desember 2012
Putrawan, I Made. 2014. Konsep-Konsep Dasar Ekologi Dalam Berbagai Aktivitas Lingkungan. Bandung: Alfabeta
Riastika, Meyra. 2011. Pengelolaan Air Tanah Berbasis Konservasi di Recharge Area Boyolali. Jurnal Ilmu Lingkungan (9): 86-97
Rohmat, Dede. 2010. Upaya Konservasi untuk Kesinambungan Ketersediaan Sumber Daya Air. Makalah Talkshow dalam ranga memperingati Hari Air “Air untuk Kehidupan Manusia, Senin 22 Maret 2010.
Setiari, Ni  Made. 2012. Identifikasi Sumber Pencemar dan Analisis Kualitas Air Tukad Yeh Sungi di Kabupaten Tabanan dengan Metode Indeks Pencemaran. (Thesis). Ilmu Lingkungan, Universitas Udayana
Unesco. 2003. Water for People: The United Nations World Water Development Report. Paris: Unesco Publishing 

0 komentar:

Posting Komentar